Fungsi Manajemen Pendidikan dalam Pengelolaan Pendidikan di Provinsi Lampung (Makalah)



FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM PENGELOLAAN PENDIDIKAN DI PROVINSI LAMPUNG

Penulis
Nama               : Wayan Gracias (1313023090)
P.S.                  : Pendidikan Kimia (B)

Mata Kuliah    : Manajemen Pendidikan
Dosen              : Drs. Baharuddin










Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
Bandarlampung


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tugas mata kuliah Manajemen Pendidikan mengenai “Fungsi Manajemen Pendidikan dalam Pengelolaan Pendidikan di Provinsi Lampung” dapat diselesaikan secara tepat waktu.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, terutama kepada Bapak Drs. Baharuddin selaku dosen mata kuliah Manajemen Pendidikan yang telah membimbing penulis selama proses pembuatan makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, baik secara isi maupun bahasa yang digunakan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan  kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Bandarlampung,21 Juni 2014


                                Penulis





DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………….
1
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
2
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
3


I.          PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………………
4
1.2  Rumusan Masalah…………………………………………………...
5
1.3  Tujuan……………………………………………………………….
5
II.       PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manajemen Pendidikan dan Manajemen Berbasis  Sekolah................................................................................................
6
2.2  Fungsi Manajemen Berbasis Sekolah..........................……………...
7
2.3  Manajemen Pendidikan di Provinsi Lampung dan Implementasi Fungsi Manajemen Pendidikan.....................................…………….
8
III.    PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….
14
3.2 Saran………………………………………………………………...
14


DAFTAR PUSTAKA





I.                   PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Pendidikan merupakan persoalan yang penting bagi seluruh umat. Khususnya bagi generasi muda Indonesia yang nantinya akan menggantikan pemimpin bangsa yang sekarang untuk memimpin Indonesia yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan setiap daerahnya memiliki masalah yang paling krusial. Akan tetapi, masalah yang dialami Indonesia secara nasional adalah masalah mengenai pendidikan. Masalah pendidikan banyak macamnya, mulai dari penerapan kurikulum yang sering berubah-ubah, kurang meratanya distribusi pendidikan, masalah kesejahteraan guru, bangunan fisik sekolah yang tidak layak, dan lain-lain. Semua masalah pendidikan tersebut sebenarnya disebabkan oleh fungsi manajemen pendidikan yang tidak dijalankan secara optimal. Pada makalah ini, penulis akan meninjau masalah pendidikan di Provinsi Lampung. Masalah pendidikan di Provinsi banyak sekali, misalnya di Lampung Selatan, banyak guru yang diangkat menjadi guru PNS adalah guru yang bukan memiliki prestasi, melainkan guru-guru yang kenal dekat dengan pejabat, ditambah lagi guru-guru tersebut tidak termasuk guru yang berprestasi dan memiliki kinerja yang rendah. Dari masalah tersebut, maka penulis bertujuan untuk menulis makalah mengenai fungsi manajemen pendidikan dan pengelolaan pendidikan di Provinsi Lampung.



1.2     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.       Apa yang dimaksud dengan manajemen pendidikan dan manajemen pendidikan berbasis sekolah?
b.      Apa saja fungsi dari manajemen pendidikan berbasis sekolah?
c.       Bagaimana manajemen pendidikan di Provinsi Lampung?
d.      Bagaimana fungsi manajemen pendidikan dalam pengelolaan pendidikan di Provinsi Lampung?
1.3     Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Mengetahui dan memahami pengertian manajemen pendidikan dan manajemen pendidikan berbasis sekolah
b.      Mengetahui fungsi dari manajemen pendidikan berbasis sekolah
c.       Mengetahui sistem manajemen pendidikan di Provinsi Lampung
d.      Mengimplementasikan fungsi  pengawasan dari manajemen pendidikan dalam pengelolaan pendidikan di Provinsi Lampung









II.                PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Manajemen Pendidikan dan Manajemen Berbasis Sekolah

Dalam pendidikan manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya. Dipilih manajemen sebagai aktivitas, bukan sebagai individu agar konsisten dengan istilah administrasi dengan administrator sebagai pelaksananya dan supervisi dengan supervisor sebagai pelaksananya. Kepala sekolah misalnya bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban misi atasan, sebagai manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan, dan sebagai supervisor dalam membina guru-guru pada proses belajar mengajar (Pidarta, 2004).

Salah satu tujuan pendidikan nasional yang terkait dengan pilar kedua rencana strategis Departemen Pendidikan Nasional adalah peningkatan mutu pendidikan nasional. Persoalan yang berkaitan dengan peningkatan mutu tersebut adalah penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang berorientasi pada input-output tanpa melihat proses dan aspek lainnya; tingkat keberdayaan sekolah yang rendahdalam menjalankan fungsi-fungsi manajemen setelah peralihan penyelenggaraan pendidikan nasional secara sentralistik menjadi desentralistik; serta peran serta masyarakat terhadap sekolah yang rendah. untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah diantaranya menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang memberikan keleluasaan kepada pihak sekolah untuk mengelola dan sekaligus meningkatkan mutu penyelenggaraan sekolah.


Adapun pengertian dari manajemen berbasis sekolah (MBS) dapat diartikan sebagai model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah dan masyarakat (stake holder) yang dilayani, dengan tetap selaras dengan kebijakan nasional tentang pendidikan.

Otonomi memang bermakna pemilikan kewenangan mengatur semua masalah secara mandiri. Namun, dalam konteks MBS di Indonesia, pelaksanaannya masih terikat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara nasional, maupun daerah. Artinya otonomi yang dimaksudkan di dalam penjelasan pasal 51 ayat (1) UU Sisdiknas No. 23 Tahun 2003 merupakan bentuk desentralisasi yang bersifat relatif dan mengacu kepada perundang-undangan dan peraturan yang berlaku baik di tingkat nasional maupun di daerah. Sungguhpun demikian, dengan MBS, tanggung jawab sekolah menjadi lebih besar. Sekolah dituntut untuk menunjukkan hasil kerjanya sehubungan dengan kewenangan lebih besar yang diperolehnya sebagai bentuk akuntabilitas, baik kepada warga sekolah maupun pemerintah.

2.2. Fungsi Manajemen Berbasis Sekolah

Fungsi-fungsi manajemen yang didesentralisasikan di sekolah pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu fungsi manajemen yang sudah dilakukan sekolah sebelum MBS diterapkan dari fungsi manajemen yang baru didesentralisasikan ke sekolah, yang selama ini kewenangannya dimiliki pusat, provinsi, ataupun daerah. Juga, pemberian kewenangan pengelolaan (manajemen) pendidikan di tingkat sekolah dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, dari aspek fungsi, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah, baik kepala sekolah, guru, dan atau komite sekolah. Kedua, bidang teknis yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan dan evaluasi, (b) pengembangan kurikulum, (c) proses pembelajaran, (d) personil (ketenagaan), (e) keuangan,  (f) fasilitas sekolah (sarana-prasarana), (g) pelayanan siswa, (h) hubungan sekolah-masyarakat, serta (i) iklim sekolah.

2.3     Manajemen Pendidikan di Provinsi Lampung dan Implementasi Fungsi Pengawasan dalam Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan yang ada di provinsi Lampung masih terasa kurang optimal dan memiliki banyak kekurangan. Ada banyak kasus mengenai lemahnya pendidikan di provinsi Lampung, diantaranya penyebaran tenaga pendidik yang tidak merata, bahkan Provinsi Lampung tidak memiliki peta fasilitas pendidikan yang merupakan gambaran nyata kondisi sekolah di masing-masing kecamatan di daerah tertentu.

Akhir-akhir ini masalah yang paling konkret adalah mengenai pelaksanaan ujian nasional. Dugaan kecurangan dalam ujian nasional tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) makin kentara. Bahkan, yang mengkoordinasi adalah oknum guru di Bandarlampung. Sesaat sebelum ujian Bahasa Inggris, oknum guru mengumpulkan siswa, membagi-bagi fotokopi kunci jawaban. Pantauan Radar Lampung, hal itu terjadi di beberapa sekolah di kota ini. Yaitu SMPN 20, 12, dan 22 Bandarlampung. Bukan hanya untuk matapelajaran (mapel) Bahasa Inggris, siswa juga menerima pesan singkat (SMS/ short message service) dari oknum guru. Mengetahui hal tersebut, Ketua Musyawarah Kepala Sekolah (MKKS) SMP Hartanto mengaku tak habis pikir dengan beredarnya kunci jawaban itu. Sebab, banyaknya jumlah paket soal tidak memungkinkan jawaban tidak diprediksi. Dari kasus tersebut, maka terlihat bahwa ini merupakan masalah dari manajemen pendidikan, dalam hal ini mengenai fungsi manajemen pendidikan dalam aspek pengawasan. Dari kasus kebocoran kunci jawaban ini menandakan bahwa pengawasan dalam pengamanan soal ujian nasional dinilai sangat kurang. Apalagi tidak hanya satu matapelajaran saja yang bocor, melainkan semua mata pelajaran yang diujikan.
Pengawasan merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen. Pengawasan atau kontrol ada tiga macam, yaitu pengawasan internal, eksternal, dan melekat. Kontrol internal ialah kontrol yang dilakukan oleh suatu lembaga terhadap bagian-bagiannya. Pengawasan atau kontrol eksternal ialah pengawasan yang dilakukan oleh badan tersendiri di luar lembaga pendidikan. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) adalah dua contoh badan yang melakukan kontrol secara eksternal terhadap sekolah-sekolah. Para pengawas di kantor wilayah tersebut diatas ditinjau dari segi sekolah sebagai satu kesatuan lembaga juga merupakan pengontrol yang bersifat eksternal terhadap sekolah-sekolah. Sama halnya dengan pengawasan internal, pengawasan eksternalpun bermaksud mengetahui apa yang terjadi di lapangan. Mereka akan memeriksa perilaku personalia pendidikan dalam melakukan tugasnya termasuk antara lain pencapaian target pendidikan, metode kerja yang dipakai lengkap dengan bukti-buktinya, cara mengelola/ memakai dana, ketepatan waktu, moral kerja, dan sebagainya. Data ini mereka bawa ke kantornya, kemudian diproses untuk mendapatkan kelemahan-kelemahan dan kemajuan-kemajuan pendidikan sebagai bahan untuk memperbaiki program-program yang sudah ada atau penyempurnaan program-program berikutnya. Sedangkan pengawasan melekat ialah pengawasan yang terjadi di tempat bekerja, oleh unit, subunit, atau petugas bersangkutan secara kontinu. Pengawasan ini ada pada pekerjaan petugas masing-masing, pekerjaan dan kontrol berjalan bersama. Itulahh sebabnya disebut kontrol melekat. Jadi kontrol tidak dilakukan oleh badan khusus baik yang ada di dalam organisasi maupun berada di luar organisasi.

Di dalam dunia pendidikan, Total Quality Control (TQC) akan dapat efektif, jika pada setiap tingkatan pendidikan mempunyai keterpauan, kerjasama yang baik antara kelompok kerja (guru) dan pimpinan dalam melakukan pengawasan mutu. Prinsiip yang digunakan adalah kontribusi setiap anggota dan ide yang dimiliki. Beberapa kondisi yang harus diperhatika jika pengawasan ini dapat berfungsi efektif antara lain:
1)      Pengawasan harus dikaitkan dengan tujuan, dan kriteria yang dipergunakan dalam sistem pendidikan, yaitu relevansi, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas.
2)      Sulit, tetapi standar yang masih dapat dicapai harus ditentukan. Ada dua tujuan pokok, yaitu: (1) untuk memotivasi, dan (2) untuk dijadikan patokan guna membandingkan dengan prestasi.
3)      Pengawasan hendaknya disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan organisasi.
4)      Banyaknya pengawasan harus dibatasi.
5)      Sistem pengawasan harus dikemudi (steering controls) tanpa mengorbankan otonomi dan kehormatan manajerial, tetapi fleksibel, artinya sistem pengawasan menunjukkan kapan, dan dimana tindakan korektif harus diambil.
6)      Pengawasan hendaknya mengacu pada tindakan perbaikan, artinya tidak hanya mengungkapkan penyimpangan dari standar, tetaoi penyediaan alternatif perbaikan, menentukan tindakan perbaikan.
7)      Pengawasan hendaknya mengacu pada prosedur pemecahan masalah, yaitu: menemukan masalah, menemukan penyebab, membuat rancangan penanggulangan, melakukan perbaikan, mengecek hasil perbaikan dan mencegah timbulnya masalah yang serupa.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai keikutsertaan orangtua atau peran serta orangtua dalam mengoptimalkan fungsi manajemen pendidikan berbasis sekolah melalu komite sekolah. Dewasa ini, banyak orangtua yang tidak peduli mengenai kebijakan-kebijakan apa saja yang akan dilakukan sekolah untuk mendidik siswa. Banyak segi yang mempengaruhi mengenai pelaksanaan dan pengambilan keputusan dalam komite sekolah. Saat ini, kebanyakan orangtua hanya mempercayakan anaknya kepada sekolah untuk mendidik tanpa melibatkan dirinya untuk berpartisipasi terhadap kebijakan sekolah yang akan diambil. Akan tetapi, pada kasus lain, ada juga sekolah yang sepertinya tidak ingin orangtua agar tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai program yang akan dibuat di sekolah. Sehingga, biasanya jika ada kasus sekolah yang cenderung memiliki sifat seperti ini, berkeinginan untuk meraup keuntungan berupa uang sebesar-besarnya dari siswa.

Tentu hal ini tidak sesuai dengan tujuan komite sekolah yang salah satunya adalah meningkatkan tanggungjawab peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Dalam kasus ini, orangtua yang merupakan unsur keanggotaan komite sekolah cenderung tidak dapat aktif dalam menyalurkan aspirasi untuk pendidikan peserta didik.

Proses pengawasan mencatat perkembangan kearah tujuan dan memungkinkan manajer mendeteksi penyimpangan dari perencanaan tepat pada waktunya untuk mengambil tindakan korektif sebelum terlambat. Melalui pengawasan yang efektif, roda organisasi, implementasi rencana, kebijakan, dan upaya pengendalian mutu dapat dilaksanakan dengan lebih baik.
Penampilan mengindikasikan bahwa secara langsung berhubungan dengan strategi sekolah (seperti input siswa, mutu pengelola, mutu lulusan, respmasyarakat, dan seterusnya. Mungkin biasa menyediakan sinyal peringatan awal dari perjalanan panjang yang efektif. Pengawasan strategisekolah sering disebut “pengawasan strategi”. Sebab fokusnya pada kegiatan yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan strategi, sehingga menjadi sekolah lebih bermutu. Pengawasan diartikan sebagai salah satu kegiatan mengetahui realisasi perilaku personal sekolah dan apakah tingkat pencapaian tujuan sesuai yang dikehendaki, dan dari hasil pengawasan apakah dilakukan perbaikan. Kenyataan menunjukkan, pengawasan dalam institusi pendidikan dilihat dari praktek menunjukkan tidak dikembangkan untuk mencapai efektivitas, efesiensi, dan produktifitas, tetapi lebih dititik beratkan pada kegiatan pendukung yang bersifat progress checking, tentu saja hal yang demikian bukanlah jawaban yang tepat untuk mencapai visi dan misi pendidikan. Yang ujung-ujungnya perolehan mutu yang kompetitif menjadi tidak terwujud. Prinsip-prinsip pengawasan yang perlu diperhatikan menurut massie (1973:89) (1) tertuju kepada strategi sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan. (2) pengawasan harus menjadi umpab balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan (3) harus fleksibel dan responsive terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan (4)  cocok dengan organisasi pendidikan misalnya organisasi sebagai system terbuka (5) merupakan control diri sendiri (6) bersifat langsung yaitu pelaksanaan control di tempat pekerja dan (7) memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para personl pendidiklan. Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut oteng sutisna (1983 : 203) menegaskan bahwa tindakan pengawasan terdiri dari tiga langka universal (1) mengukur perbuatan atau kinerja (2) membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan dan menetapkan perbedaan-perbedaan jika ada dan (3) memperbaiki penyimpangan dengan tindakan pembetulan. Pengawasan manajemen sekolah adalah usaha sistematis menetapkan standar prestasi (performance standard) dengan perencanaan sasarannya guna mendesain system informasi umapn balik. Membandingkan prestasi kerja dengan standar yang telah ditetapkan lebih dahulu adalah penting, untuk menentukan apakah ada penyimpangan (deviation) dan mencatat besar kecilnya penyimpangan, kemudian mengambil tindakan yang diperlukan untuk memastikan, bahwa semua sumber sekolah dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Pengawasan dan pengendalian sekolah dilakukan oleh kepala sekolah, pengawasan layanan belajar harus dilakukan oleh supervisor, dan pengawasan layanan teknis kependidikan dilakukan oleh tenaga kependidikan yang diberi wewenang untuk itu. Pengendalian dan pengawasan penggunaan anggaran dalam penyelanggaraan sekolah yang dapat dipergunakan untuk menjalankan operasi sekolah dan banyak metode pengendalian yang mencakup anggaran belanja (budget), perhitungan rugi laba, dan sarana-sarana keuangan lainnya agar pelaksanaan operasi sekolah dapat berhasil dengan baik. Kualitas layanan belajar akan diawasi melalui metode pengawasan kualitas menurut ilmu statistic dan ilmu pendidikan dalam pengukuran kemajuan belajar dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Kegiatan monitoring dan pengawasan adalah kegiatan untuk mengumpulkan data tentang penyelenggaraan suatu kerja sama antara guru, kepala sekolah, konselor, supervisor dan petugas sekolah lainnya dalam instituasi sekolah.

 III.             PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Fungsi-fungsi dari manajemen pendidikan diantaranya Pertama, dari aspek fungsi, yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah, baik kepala sekolah, guru, dan atau komite sekolah. Kedua, bidang teknis yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut, yaitu: (a) perencanaan dan evaluasi, (b) pengembangan kurikulum, (c) proses pembelajaran, (d) personil (ketenagaan), (e) keuangan,  (f) fasilitas sekolah (sarana-prasarana), (g) pelayanan siswa, (h) hubungan sekolah-masyarakat, serta (i) iklim sekolah.

Dalam pengelolaan pendidikan di Provinsi Lampung, fungsi yang harus paling diperhatikan adalah fungsi pengawasan. Karena masih banyak terjadi kasus-kasus seperti bocornya kunci jawaban ujian nasional yang menandakan bahwa fungsi pengawasan tersebut sangat minim.

3.2     Saran

Fungsi pengawasan dalam pengelolaan manajemen pendidikan di Provinsi Lampung harus dilakukan dengan tegas agar pelaksanaan pendidikan dan mutu pendidikan di provinsi Lampung nantinya akan semakin baik.




DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2007. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdikbud
Fattah, Nanang. 2008. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Pidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Sujanto, Bedjo. 2007. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Sagung Seto
Suryosubroto, B. 2010. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta
Lampung Post. 2009. Masalah Pendidikan Sudah Kronis. Bandarlampung: Lampung Post
Radar Lampung. 2014. Oknum Guru Bagi-Bagi Kunci Jawaban. Bandarlampung: Radar Lampung
Anonim. 2013. Fungsi Manajemen Pendidikan. Diunduh di www.slideshare.net pada 21 Juni 2014 pukul 05.31



  






















1 komentar:

Terima Kasih atas artikelnya..
Sangat membantu sekali
Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...

Salam Sukses...

Reply

Posting Komentar