PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Jakarta, 10 Januari 1967
Kepada Yth, Pimpinan MPRS
di JAKARTA.
No.: 01/Pres/67.
Hal: Pelengkapan Pidato Nawaksara.
Saudara-saudara,
Menjawab nota Pimpinan MPRS No. Nota
2/Pimp. MPRS 1966 perihal melengkapi laporan pertanggunganjawab sesuai
keputusan MPRS No.5/MPRS/1966, maka dengan ini saya menyatakan:
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun
dalam Ketetapan dan Keputusan MPRS sebelum Sidang Umum ke-IV, tidak ada
ketentuan, bahwa Mandataris harus memberikan pertanggungan-jawab atas hal-hal
yang "cabang". Pidato saya yang saya namakan "Nawaksara"
adalah atas kesadaran dan tanggung-jawab saya--sendiri, dan saya maksudkan
sebagai semacam "Progres-report sukarela" tentang pelaksanaan mandat
MPRS yang telah saya terima terdahulu.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945
di~etapkan bahwa MPR menentukan garis-garis-besar haluan Negara, dan tentang
pelaksanaan garis-garis-besar haluan Negara inilah Mandataris harus
mempertanggung-jawabkan. (Lihat UUD pasal 3). Juga dalam penjelasan daripada
pasal 3 UUD ini nyata benar, bahwa Mandataris harus mempertanggung-jawabkan
tentang pelaksanaan keputusan MPR mengenai garis-garis-besar haluan Negara itu.
Dus tidak tentang hal-hal lain. Namun, "for the sake of
state-speech-making", maka atas kehendak saya sendiri saya mengucapkan
"Nawaksara" itu.
Sebagai pemenuhan daripada
ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hubungan fungsional
antara Presiden/Mandataris dengan MPRS, maka-setelah berkonsultasi dengan
Presidium Kabinet Ampera, khususnya dengan Pengemban SP 11 Maret 1966, dan para
Panglima Angkatan Bersenjata beberapa kali -, dengan ini saya menyampaikan
penjelasan-penjelasan sebagai pelengkap Nawaksara sebagai berikut:
Pertama-tama saya memperingatkan
Saudara-saudara bahwa saya di samping "Nawaksara" itu telah
menyerahkan banyak lampiran kepada MPRS. Dan saya sekarang mengajak
Saudara-saudara dan segenap Rakyat Indonesia untuk menyadari lagi, bahwa
situasi politik di tanah-air kita adalah gawat, sehingga kita bersama harus
berusaha sekuat tenaga untuk meniadakan situasi-konflik, demi untuk
menyelamatkan Revolusi kita. Untuk itu, maka perlu kita kembali kepada prinsip
perjoangan yang berulang-ulang saya tandaskan, yaitu: pemupukan persatuan dan
kesatuan di antara segenap kekuatan progressif revolusioner di kalangan Rakyat
Indonesia, serta menekan kepada kewaspadaan istimewa terhadap bahaya kekuatan kontra revolusi di dalam Negeri
dan bahaya kekuatan subversif--kontra revolusioner di luar Negeri.
Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara
kepada saya mengenai penilaian terhadap peristiwa G.30.S/PKI, maka saya sendiri
nyatakan:
G.30.S. ada satu "complete
overrompeling" bagi saya.
Saya, dalam pidato 17 Agustus 1966, dan
dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutuk Gestok.
17 Agustus saya berkata: "sudah
terang, Gestok kita kutuk! Dan saya, saya mengutuknya pula! " Dan sudah
berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa "Yang
bersalah harus dihukum! Untuk itu kubangunkan MAHMILLUB."
Saya telah memberi autorisasi kepada
pidato Pengemban SP 11 Maret yang diucapkan pada malam peringatan Isra dan
Mi'raj di Istana Negara yang lalu, yang antara lain berbunyi: "Setelah
saya mencoba memahami pidato Bapak Presiden pada tanggal 17 Agustus 1966,
pidato pada tanggal 5 Oktober 1966, dan pada kesempatan-kesempatan yang lain,
maka saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30-September
yang didalangi oleh PKI, berkesimpulan bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk
Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah Gestok.
"
Autorisasi ini saya berikan kepada
Jenderal Soeharto, pagi sebelum ia mengucapkan pidato itu pada malam-harinya di
Istana Negara. Saya memang selalu memakai kata Gestok. Pembunuhan kepada
Jenderal-jenderal dan ajudan dan pengawal-pengawal terjadi pada I Oktober
pagi-pagi sekali. Saya menyebutnya "Gerakan satu Oktober", --
singkatnya, Gestok.
Penyelidikan yang seksama menunjukkan,
bahwa peristiwa G-3~-S itu ditimbulkan oleh "pertemuannya" tiga
sebab, yaitu: a. kebelingeran pimpinan PKI, b. kelihayan subversi Nekolim, c.
memang adanya oknum-oknum yang "tidak benar".
Kenapa saya saja yang diminta
pertanggungan-jawab atas terjadinya G-30-S atau yang saya namakan Gestok itu?
Tidakkah misalnya Menko Hankam (waktu itu) juga bertanggung jawab? Sehubungan
dengan ini saya menanya:
Siapa yang bertanggung jawab atas usaha
membunuh Presiden~Pangti dengan penggranatan hebat di Cikini?
Siapa yang bertanggung jawab atas usaha
membunuh saya dalam "peristiwa Idhul Adha?"
Siapa yang bertanggung jawab atas pembrondongan
dari pesawat udara kepada saya oleh Maukar?
Siapa yang bertanggung jawab atas
penggranatan kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas
pemortiran kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas
pencegatan bersenjata kepada saya di dekat gedung Stanvac?
Siapa yang bertanggung jawab atas
pencegatan bersenjata kepada saya di sebelah Cisalak?
Dll. Dll.
Syukur Alhamdulillah, saya dalam semua
peristiwa itu dilindungi oleh Tuhan! Kalau tidak, tentu saya sudah mati terbunuh!
Dan mungkin akan Saudara namakan satu "tragedi nasional" pula. Tetapi
sekali lagi saya menanya: Kalau saya disuruh bertanggung jawab atas terjadinya
G-30-S, maka saya menanya: siapa yang harus dimintai pertanggunganjawab atas
usaha pembunuhan kepada Presiden/Pangti, dalam tujuh peristiwa yang saya
sebutkan di atas itu? Kalau bicara tentang "Kebenaran dan Keadilan",
maka saya pun minta, "Kebenaran dan Keadilan"!
Adilkah saya sendiri disuruh bertanggung
jawab atas kemerosotan di bidang ekonomi? Marilah kita sadari, bahwa keadaan
ekonomi sesuatu bangsa atau Negara, bukanlah disebabkan oleh satu orang saja,
tetapi adalah satu resultante daripada proses faktor-faktor objektif dan
tindakan-tindakan daripada keseluruhan aparatur pemerintahan dan masyarakat.
Satu contoh pertanyaan: Siapakah yang bertanggung jawab atas terus menanjaknya
harga-harga dewasa ini, dan macetnya banyak perusahaan-perusahaan swasta?
Sebagaimana telah saya kemukakan dalam
salah satu pidato saya, maka saya mengkonstatir bahwa dengan adanya
peristiwaperistiwa seperti Dl/DII, PKI-Madiun, Andi Azis, RMS, PRRI/Permesta,
(juga di sini saya menanya: siapa yang harus bertanggung jawab?)-maka kita
tidak boleh tidak tentu mengalami kemunduran di segala bidang. Dengan
sendirinya kemunduran itu menyangkut pula pada bidang ekonomi.
Tentang "kemerosotan akhlak"?
Di sini juga saya sendiri saja yang harus bertanggung jawab? Mengenai soal
akhlak, perlu dimaklumi bahwa keadaan akhlak pada suat~ waktu adalah hasil
perkembangan daripada proses kesadaran dan laku-tindak masyarakat dalam
keseluruhannya, yang tidak mungkin disebabkan oleh satuorang saja. Satu contoh
pertanyaan misalnya: Siapakah yang bertanggung jawab bahwa sekarang ini puluhan
pemudi sekolah menengah dan Mahasiswa-wanita menjadi korban daripada perbuatan
a-moral?
Dus: Dengan menyadari adanya
faktor-faktoĊ yang kompleks, yang menjadi sebab-musabab dari terjadinya
peristiwa-peristiwa sebagai termaktub di atas, demikian pula mengingat
kompleksitas dari pengaruh-pengaruh peristiwa-peristiwa tersebut kepada segala
bidang, maka tidak adillah kiranya hal-hal itu dite, kankan
pertanggungan-jawabnya kepada satu orang saja.
Demikianlah jawaban saya atas surat
Saudara-saudara tertanggal 22 Oktober itu. Hendaknya jawaban saya ini Saudara
anggap sebagai pelengkap Nawaksara, yang Saudara minta, sebagai pelaksanaan
daripada keputusan MPRS No.5/MPRS/1966.
Wassalam,
PRESIDEN/MANDATARIS MPRS.
ttd.
SUKARNO.
Posting Komentar